Posts

Showing posts from 2018

Sebentar Lagi

Halo, diriku. Aku tahu kamu lelah, tapi Jangan menyerah, ya. Kita hampir sampai. Sedikit lagi. Halo, diriku. Aku tahu kamu ingin menyerah, tapi Tolong diingat, ya.. Jika kamu tidak menjadi apa-apa, Bagaimana kamu bisa membuat mereka diam? Aku tahu, Banyak dari mereka selalu menceritakan yang tak benar tentang kamu. Hingga beberapa dari omongan jahat mereka, mampu membuatmu menangis setelah kamu tertawa seharian penuh sebelumnya. Aku tahu, Banyak dari mereka mencoba mematahkan cita-citamu, tapi Jangan patah semangat, ya. Masih ada yang ingin melihatmu berhasil walaupun tak sebanyak yang mematahkan. Orang-orang ini pantas untuk kamu bahagiakan dan saat berhasil nanti, mereka jangan sampai kamu lupakan. Aku tahu kamu selalu gagal dalam percintaan, tapi Jangan biarkan rasa sakit menguasai hingga kamu menutup diri dan enggan membuka hati. Bagaimana rasanya? Gagal Patah Sakit Sesak Airmata Depresi Rasa cemas, dan Segala hal

Iri

“Sepertinya, dicintai dengan cara kamu mencintai Tuanmu, mengasyikkan.” Ucap seorang teman. Padahal, dicintai dengan cara apapun akan selalu mengasyikkan. Yang menentukan adalah Apakah kita mampu mensyukuri keberadaannya atau tidak. Lagipula Bukankah Setiap orang punya caranya sendiri untuk mencintai? Jika aku boleh sombong, Sosok “Tuan” yang selalu aku ceritakan hanya beruntung saja dicintai olehku yang terlalu mudah dibuat senang, juga terbiasa untuk mensyukuri hal-hal kecil yang diberikan oleh orang lain padaku atau dalam kasus ini, Tuanku. Aku bersyukur atas apapun yang dia berikan, termasuk waktu. Dan, dia juga beruntung dicintai olehku yang bisa dengan mudahnya menuangkan perasaan bahagia dalam tulisan hingga dapat dibaca oleh khalayak ramai. Tulisanku yang membuat banyak orang berpikir bahwa hubungan kami tentang yang bahagia saja. Tulisan yang mampu membuat temanku iri karena berpikir bahwa hubunganku dengannya itu tanpa celah. Padahal, tidak j

Takdir

Tulisan ini ditujukan untuk menjelaskan pada @fermendkis tentang kenapa aku memintanya untuk menetap seperti yang ditanyakan olehnya pada tulisan  http://bit.ly/2E6dWnQ .  selamat membaca! Aku rasa, kita bukan beruntung Hanya pandai mensyukuri takdir Tuhan yang mengarahkan kita untuk bertemu satu sama lain. Atau mungkin, kita memang beruntung Mau melepas masa lalu yang menyakitkan untuk saling membahagiakan setelahnya. Aku memintamu untuk menetap, hanya karena tak ingin besar kepala, Tuan. Kemungkinan untuk kamu meninggalkan aku akan tetap ada. Entah setelah kamu menemukan yang lebih cantik, atau yang lebih pintar. Aku memintamu jangan pergi, bukan hanya untuk ragamu, melainkan juga hatimu. Karena siapapun bisa menjaga raganya tetap di sisi, meski hatinya sedang sibuk singgah entah kemana. Tapi, Tuan mari saling jaga agar guratan Tuhan tak jadi sia-sia. Tangerang Selatan, 04 Desember 2018

Tolong

Tolong yakinkan aku bahwa apa yang kita lakukan tidak sia-sia. Tolong yakinkan bahwa nanti pada akhirnya, kita bisa saling memiliki dan melakukan apa yang pasangan lain lakukan. Tanpa perlu bersembunyi Tanpa perlu takut akan ketahuan entah siapa. Karena aku butuh tahu kalau yang aku rasakan ini berbalas Dan, Aku butuh tahu kalau denganmu aku tak salah menaruh harap. Tangerang Selatan, 08 November 2018

Stasiun

Hari itu kali terakhir aku menatapmu. Maaf, aku hanya mampu mengantarmu tanpa bisa membawamu kembali. Kamu selalu bercerita kalau surga itu indah dan betapa kamu ingin sekali ke sana. Bagaimana sekarang? Apa kereta itu berhasil mengantarmu ke sana? Itu adalah kendaraan terbaik yang bisa aku upayakan. Maaf aku lupa membelikanmu tiket untuk menaikinya. Setidaknya, dengan berada di depan gerbong masinis, kamu bisa sampai duluan, kan? Tanganmu kubawa pulang, ya? Untuk kugenggam kala rindu. Nanti di surga kan, kamu bisa meminta tangan baru. Semoga kamu betah. Baik-baik ya, sayang. Tangerang Selatan, 19 November  2018

Ayah

Ayah, Laki-laki yang nanti mendampingiku mungkin tak sebaik kamu. Mungkin dia akan menyakiti sebelum atau sesudah mengucap sumpah. Tapi aku percaya, kalau laki-lakiku nanti akan mampu belajar dari kesalahannya dan mau memperbaiki diri setelahnya. Ayah, Kalau nanti saatnya tiba, aku akan mengenalkannya padamu. Bukan, bukan untuk menggantikan posisimu, melainkan untuk menunjukkan padamu bahwa aku berhasil menemukan laki-laki baik di zaman yang kau bilang sulit untuk menemukan laki-laki yang seperti itu. Ayah, Mungkin nanti dia takkan sebijak kamu, tapi aku yakin bahwa keinginannya untuk membahagiakan dan menjagaku sama besarnya denganmu. Ayah, Terima kasih. Karena kamu adalah alasanku untuk percaya bahwa tidak semua laki-laki itu buruk. Terima kasih. Karena sudah membesarkanku dengan tulus dan selalu menemukan cara untuk menegurku selain dengan kekerasan. Ayah, Maaf aku mengungkapkannya lewat tulisan karena aku tak punya keberanian untuk mengatakannya secara l

Takut (2)

Tuan, Aku pernah mencintai dengan tulus. Yang tanpa takut, Yang mudah percaya, Yang tidak mudah curiga dan cemburu. Tapi, berujung dilukai sedalam yang kamu tak bisa bayangkan. Dua tahun berlalu.. Aku sudah melangkah maju Walaupun awalnya aku paksakan. Berkali-kali mencoba Tapi, aku masih belum bisa mencintai yang tanpa takut lagi. Maaf, Tuan Kalau denganmu aku lebih banyak takut, Juga lebih sering cemburu serta curiga. Bukan berarti aku tak tulus, Tuan Aku hanya takut kembali terluka. Setakut itu. Tapi, terima kasih.. Untuk tak pernah menyerah, Untuk tak inginkan pisah. Semoga tak akan. Tangerang Selatan, 07 November 2018

Terima Kasih

Aku berdosa malam ini.. Membandingkan kita dengan hubungan orang lain. Di depanku, duduk sepasang kekasih yang sedang berteduh sambil berbagi cerita.. Nona duduk, menceritakan kisah yang seru sembari menggenggam tangan Tuan.. Tuan memperhatikannya. Bukan, bukan memperhatikan apa yang diceritakan sang Nona, melainkan menatap wajahnya dengan tatap penuh syukur. Seolah berkata "aku beruntung dipilih kamu", serta "aku tak ingin kehilangan kamu." Iya, Persis tatapan yang pernah kamu berikan sewaktu aku sedang bercerita.. Persis tatapan yang pernah kamu berikan kala kita menghabiskan waktu bersama. Walaupun sekarang kamu tak lagi memberikan tatapan itu, Yang entah hilang karena kamu meragu atau karena ada yang baru.. Tapi, aku bersyukur kamu pernah melakukannya. Terima kasih, ya. Tangerang Selatan, 27 Oktober 2018

Pergi

“Aku lagi mau nonton, mau nemenin gak?” Pintaku pagi itu. “Gak bisa, aku capek banget. Sendiri aja gapapa, kan?” Jawabmu. Tentu saja kamu lelah, sehari sebelumnya kamu menemani perempuan lain berbelanja dan menghabiskan waktu bersamanya seharian. “Oh yaudah, gapapa.” Aku berusaha menahan kecewa. Sedang malas berdebat. Kamu tak pernah ada waktu lagi untuk aku sejak kamu mengenalnya. “Teman”, katamu. “Dikenalin Azra.” Lanjutmu. Kenapa, ya? Padahal temanmu tahu kalau kamu sudah bersama aku. Kenapa berani mengenalkanmu pada perempuan lain? Sudahlah. Di tengah jalan di dekat mall yang aku tuju, aku melihat ada kecelakaan. Sepertinya, korbannya seorang perempuan. Lukanya parah hingga tak bisa dikenali karena bersimbah darah. Tapi sepertinya, aku mengenalnya namun enggan berhenti karena filmku sudah mau mulai. Aku sedang apatis saat itu dan memutuskan untuk melanjutkan perjalanan menuju teater favorit. Sesampainya, baru saja hendak memasuki lobby, aku mendengar kamu me

Tidak Sendiri

Sebelum lanjut, ada baiknya kamu membaca tulisan @fermendkis yang berjudul "Aku Saja" pada tautan  http://bit.ly/2NvjAkj karena tulisan ini ditujukan untuk menjawab resah yang tertera di sana .  Selamat membaca! Tuan, kamu tidak berjuang sendirian Hanya saja kamu tak pernah bisa melihat hal-hal yang aku upayakan Untuk membuatmu betah berlama-lama menghabiskan waktu denganku. Tuan, bagaimana aku tahu kamu bersedih Kalau membicarakannya denganku saja, kamu enggan? Tuan, denganmu memang aku tak pernah terluka Tapi tuan, Mendapati kamu tak mau berbagi tentang hal yang mengganggu pikiranmu, Membuatku merasa tak dipercaya. Bagaimana bisa kamu mengira aku tak ikut andil dalam menjaga hubungan? Aku juga berusaha, Tuan. Dengan caraku sendiri. Cara yang lebih sering kamu abaikan. Aku memendam banyak hal saat bersamamu. Melihatmu digoda banyak perempuan, aku terdiam. Melihatmu menyambut mereka, aku menahan emosi. Melihatmu tak pernah memikir

Takut

Aku pernah mencintai dengan takut. Berujung aku yang malah menyakiti. Denganmu, Kukurangi itu. Hingga nanti, Jika berakhir dengan kamu yang menyakiti pun, Aku tak akan menyesal. Karena pernah dibahagiakan olehmu adalah hal terbaik yang belum tentu bisa dirasakan oleh mereka yang menginginkanmu. Tangerang Selatan, 27 September 2018

Tuan

Aku tak bisa menulis apapun tentangmu, Tuan Karena kamu belum menyakiti dan aku harap tak akan. Aku hanya menulis saat terluka Sedang denganmu, yang aku kenal hanya bahagia. Maaf kalau mengecewakan. Aku bahagia, Tuan. Sangat. Sampai kehabisan kata. Tapi.. Tuan Tolong jangan pergi, ya. Karena aku benci perpisahan, kala hati sudah mantap untuk menetap. Tangerang Selatan, 21 September 2018

Sepi

Aku hanya takut mencintaimu karena sepi, bukan karena ingin. Hatiku sedang rapuh Kututup diri pada yang mendekat. Kurapatkan celah pada yang menilik. Lalu kamu datang Meyakinkan kalau bersamamu, aku aman. Membuatku percaya kalau denganmu, aku tak akan terluka. Hingga aku tersentuh Kubuka kembali hati Untuk kamu Tapi aku ragu. Bukan, Aku bukan ragu denganmu, Melainkan dengan diriku sendiri. Apa benar aku mencintaimu maka aku menginginkanmu, atau Apa aku hanya sedang kesepian lalu kamu ada? Kamis, 6 September  2018

Aku Bosan

Bisa tolong dekati aku dengan cara yang berbeda? Aku terlampau bosan menanggapi kata-kata yang sama. Kamu mau bilang apa? - Kalau kamu berbeda dengan laki-laki lain? - Kalau kamu tidak akan menyakiti aku seperti yang masa laluku pernah lakukan? - Kalau aku berbeda dengan wanita yang pernah kamu temui? - Kalau aku satu-satunya? Apalagi? Sepertinya aku sudah pernah dengar semuanya. Maka tidak berlebihan kalau aku bilang aku bosan. Bisa tolong tunjukan lewat perlakuanmu saja? Hatiku tak lagi luluh dengan kata-kata. Mati rasa. Bahkan saat kamu bilang "sekalipun ada yang lebih cantik di luar sana, aku cuma mau kamu", aku tidak lagi merasa dipuja. Haha. Aku muak. Tangerang Selatan, 22 Agustus  2018

Tentang Aku; Pelarianmu

Maaf, aku memang sengaja menghindari kamu kali ini. Sengaja tidak meng"iya"kan ajakan buka puasa bersamamu karena aku takut kembali jatuh dengan sikap manismu yang entah kenapa tidak kamu hentikan bahkan saat kamu sudah memiliki dia yang selalu kamu banggakan di media sosialmu. Tidak tidak Sebenarnya aku tidak keberatan untuk kembali jatuh padamu, yang jadi masalah adalah kamu selalu pergi begitu saja saat aku sudah kembali menyayangimu seperti saat kamu belum pernah melukaiku. Aku pernah bilang bahwa kamu bisa kembali kapanpun kamu mau karena maafku untukmu tak kenal kata berhenti, Namun sepertinya, kali ini aku ingin berhenti; Berhenti mempersilahkanmu datang dan pergi sesuka hati, Berhenti memperbolehkanmu melambungkan harap untuk kemudian kamu hempaskan (lagi), Berhenti mengizinkanmu untuk membodohi aku lagi. Bahkan aku tidak menyangka aku bisa setulus ini pada seorang lelaki yang hanya datang padaku saat butuh pelarian; saat kehilangan perempuan yang

Kopi Untuk Tuhan

Tuhan, bagaimana kabarMu? Bisa aku berbincang denganMu melalui telepon pintar yang aku punya? Negaraku sedang kacau, Tuhan. AgamaMu selalu dijadikan senjata untuk menyakiti hati dan perasaan orang lain. Bahkan dalam beberapa kasus, hambaMu yang merasa paling dekat denganMu tega menghujat serta memenjarakan orang lain yang tidak bermaksud menjelek-jelekkan apapun yang Kau turunkan dan ciptakan. Bagaimana perasaanMu, Tuhan? Aku tahu Engkau memperhatikan kami dalam singgasanaMu. Bisa tolong temui kami sebentar? Hanya untuk menjelaskan apa yang sebenarnya tidak Kamu sukai dengan jelas hingga bangsaku tidak lagi mengkotak-kotakkan orang lain berdasarkan kepercayaan, juga rasnya. Aku lelah, Tuhan. Apa Engkau benar-benar memperbolehkan mereka yang ibadahnya lebih rajin dibanding sebagian dari kami untuk menghujat bahkan berteriak “kafir” hanya karena kami memiliki sudut pandang yang berbeda dengan mereka? Apa benar kami tidak boleh mengkritisi cara mereka –yang menurut kami

Jangan Baper

“Kamu jangan sampe naksir aku, ya.” Ucapku pada beberapa lelaki yang coba mendekat. “Loh, kenapa? Kalo udah naksir, gimana?” Kebanyakan dari mereka selalu menjawab begini. “Jangan. Apalagi sampe kepikiran buat jadiin aku pacar.” “Emang kenapa, sih?” “Aku tuh ribet. Aku egois, keras kepala, gampang kangen dan kalo udah kangen suka uring-uringan sendiri kalo gak bisa ditemuin secepatnya.” Aku selalu menjawab dengan jawaban yang sama. “Egois sama keras kepala, bukannya itu sifat wajarnya cewek? Aku udah biasa nemuin yang kayak gitu. Uring-uringan waktu kangen? Bukannya malah lucu, ya?” Jawaban yang aku tahu isinya 99% kebohongan. “Kamu gak akan kuat nanti. Takutnya waktu aku udah baper terus sifat jelek aku keluar, kamu malah pergi. Kan gak enak rasanya.” Aku menjawab sekenanya. “Aku gak akan pergi, kok.” Rasanya aku muak mendengar jawaban seperti ini. “We’ll see.” Kataku menutup pembicaraan itu. Hari demi hari berjalan, sampai tiba pada masa dimana semua sifat buruk

Rutinitas

Aku mempunyai rutinitas sendiri sebelum tidur malam; scrolling instagram sampai terasa mengantuk. Malam ini, aku sibuk scroll satu akun yang isi jokesnya bisa dibilang receh tapi berhasil membuatku tertawa lepas. Biasanya, aku mengambil screenshot dari lelucon yang aku temukan untuk aku bagikan pada seseorang setelahnya agar bisa tertawa bersama dia yang paham dengan selera humorku. Tapi malam ini, aku termenung pada tiap jeda tawaku sendiri. “Mau dibagikan pada siapa? Kamu tidak punya siapa-siapa untuk berbagi hal semacam ini. Dia yang lebih baru pun tak paham hal-hal sereceh ini. Selera humornya lebih tinggi dari itu; juga dari kamu. Kamu tertawakan saja serentetan jokes itu sendirian. Sudah terbiasa berpura-pura bahagia, kan? Lanjutkan saja.” Kata bagian lain dari diriku yang berusaha mengejek setelah aku mengambil satu screenshot. Seandainya kamu masih di sini, aku tak akan merasa sesepi ini. Seandainya. Tangerang Selatan, Selasa, 13 Februari 2018

Kita Juga Pernah

“Kita juga pernah seperti itu.” Kataku dalam hati, sembari memperhatikan banyak pasangan yang saling merangkul dan berbagi tawa di bioskop sore itu. Dalam sekejap, kamu muncul bersama seorang perempuan yang sepertinya aku kenal. Berjalan menuju tempat pembelian tiket sambil memainkan pipi perempuan itu. Aku tersenyum. Setelahnya, kamu membawa perempuan itu ke cafĂ© di dalamnya, memesan beberapa camilan dan minuman untuk kamu nikmati bersamanya di dalam nanti.  Sambil menunggu, kamu memakan beberapa suap popcorn dengan lahapnya. Kamu selalu lahap dalam menikmati makanan dan aku selalu suka melihat caramu makan, lucu. Perempuan itu hanya memperhatikanmu makan tanpa menyentuh sedikitpun makanan miliknya. Ia tersenyum. Sesaat setelah kamu menyadari bahwa kamu sedang diperhatikan olehnya, kamu membersihkan sisa remah popcorn yang mengotori tanganmu agar bisa kembali bermain dengan wajahnya yang tembam itu. Perempuan itu tidak mempermasalahkan tanganmu yang kotor, ia menikmatinya wal